PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
9 TAHUN 1987
TENTANG
PENYEDIAAN
PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEPERLUAN TEMPAT PEMAKAMAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan
kegiatan pembangunan, sebagai akibat pertambahan penduduk dan peningkatan
kualitas lingkungan hidup, diperlukan lebih banyak penyediaan tanah oleh karena
itu harus diusahakan agar setiap penggunaan tanah dilakukan secara lebih
produktif dan efisien;
b. bahwa berhubung dengan itu penggunaan
tanah untuk tempat pemakaman di samping harus memperhatikan kepentingan aspek
keagamaan, dan sosial budaya juga harus memperhatikan asas-asas penggunaan dan
pemanfaatan tanah;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, maka Begraafplaatsen Ordonnantie
Staatsblad 1864 Nomor 196 jo Staatsblad 1904 Nomor 496 yang mengatur tempat
untuk tempat pemakaman dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan sehingga perlu ditinjau lagi;
d. bahwa untuk mengatur hal-hal yang
tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur kembali masalah penyediaan dan
penggunaan tanah untuk tempat pemakaman dengan Peraturan Pemerintah,
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1979 tentang
Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3153);
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
6. Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3107);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEPERLUAN TEMPAT PEMAKAMAN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
a. Tempat Pemakaman Umum adalah areal
tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa
membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Tingkat II atau Pemerintah Desa.
b. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah
areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang
pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan keagamaa 1.
c. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal
tanah yang digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan
faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.
d. Krematorium adalah tempat pembakaran
jenazah dan/atau kerangka jenazah.
e. Tempat Penyimpanan Jenazah adalah
tempat yang menurut adat/ kebiasaan dipergunakan untuk menyimpan/menempatkan
jenazah yang karena keadaan alamnya mempunya sifat-sifat khusus dibandingkan
dengan tempat lain.
f. Kota adalah wilayah Ibukota Negara,
Ibukota Propinsi, Ibukota Kabupaten, Kotamadya, Kota Administratif, dan Ibukota
Kecamatan dan Kota lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
g. Peraturan Daerah adalah Peraturan
Daerah Tingkat II/Walikotamadya.
h. Kepala Daerah adalah
Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II.
i. Pemerintah Daerah adalah sebagaimana
dimaksud oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.
BAB II
PENUNJUKAN,
PENETAPAN, DAN PEMBERIAN
HAK
ATAS TANAH UNTUK KEPERLUAN
TEMPAT
PEMAKAMAN
Pasal
2
(1) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah
untuk keperluan Tempat Pemakaman Umum dilaksanakan oleh Kepala Daerah untuk masing-masing
Daerah Tingkat II di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah, dan untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah
termasuk tanah wakaf untuk keperluan Tempat Pemakaman Bukan Umum dilaksanakan
oleh Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dengan persetujuan Menteri
Dalam Negeri.
(3) Dalam melakukan penunjukan dan penetapan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus berdasarkan pada
Rencana Pembangunan Daerah, dan/atau Rencana Tata Kota, dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. tidak
berada dalam wilayah yang padat penduduknya;
b. menghindari
penggunaan tanah yang subur;
c. memperhatikan
keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;
d. mencegah
pengrusakan tanah dan lingkungan hidup;
e. mencegah
penyalahgunaan tanah yang berlebih-lebihan.
(4) Penetapan dan pemberian hak atas tanah
Tempat Pemakaman Khusus diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 3
(1) Areal tanah untuk keperluan Tempat
Pemakaman Umum diberikan status Hak Pakai selama dipergunakan untuk keperluan
Pemakaman.
(2) Areal tanah untuk keperluan Tempat
Pemakaman Bukan Umum diberikan status Hak Pakai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali tanah wakaf yang dipergunakan
untuk tempat pemakaman, dengan status Hak Milik.
Pasal 4
(1) Setiap orang mendapat perlakuan yang sama
untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum.
(2) Untuk ketertiban dan keteraturan Tempat
Pemakaman Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum diadakan pengelompokan tempat,
bagi masing-masing pemeluk agama.
(3) Penggunaan tanah untuk pemakaman jenazah
seseorang, baik pada pemakaman jenazah di Tempat Pemakaman Umum maupun di
Tempat Pemakaman Bukan Umum ditetapkan tidak lebih dari 2½ (dua setengah) meter x 1½ (satu setengah)
meter dengan kedalaman minimum 1½ (satu setengah) meter.
BAB
III
PENGELOLAAN
TEMPAT PEMAKAMAN UMUM
TEMPAT
PEMAKAMAN BUKAN UMUM
DAN
TEMPAT PEMAKAMAN KHUSUS
Pasal
5
(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum yang
terletak di Kota dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan
Peraturan Daerah Tingkat II, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum di Desa
dilakukan oleh Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
(3) Pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum
dilakukan oleh suatu Badan atau Badan Hukum yang bersifat sosial dan/atau
bersifat keagamaan dengan izin Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dan
bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan izin Gubernur.
(4) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diterbitkan setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Dalam
Negeri.
Pasal 6
(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum
diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat II yang bersangkutan, dan bagi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dengan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Dalam pelaksanaan pengelolaan Tempat
Pemakaman Umum dan Tempat pemakaman Bukan Umum harus memperhatikan dan
mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup.
(3) Dalam pengelolaan Tempat Pemakaman Umum
Pemerintah Daerah mengusahakan agar tidak memberatkan warga masyarakat, dan
bagi pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum tidak dibenarkan dikelola secara
komersial.
Pasal 7
Ketentuan mengenai Pengelolaan Tempat Pemamakam Khusus
diatur labih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 8
(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum dan
Tempat Pemakaman Bukan Umum ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat
II yang bersangkutan, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta.
(2) Pengawasan terhadap pengelolaan Tempat
Pemakaman Bukan Umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(3) Apabila ada penyimpangan dalam
pengelolaan dan penggunaan Tempat Pemakaman Bukan Umum, Pemerintah Daerah dapat
menutup pemakaian dan penggunannya.
(4) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum oleh
Pemerintah Daerah dapat dikenakan retribusi berdasarkan Peraturan Daerah
terhadap penggunaan pemakaman dengan tarif yang wajar.
BAB IV
KREMATORIUM
DAN TEMPAT PENYIMPANAN JENAZAH
Pasal
9
(1) Untuk pembakaran jenazah dan/atau
kerangka jenazah sesuai dengan agama masing-masing dapat dibangun Krematorium yang
dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pengelolaan Krematorium dapat dilakukan
oleh Badan Sosial dan/atau Keagamaan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Daerah.
(3) Penunjukan lokasi tanah untuk pembangunan
Krematorium dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan
di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah yang disesuaikan dengan Rencana Tata
Kota serta memperhatikan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3).
Pasal 10
Penetapan lokasi untuk Tempat Penyimpanan Jenazah
seesuai dengan adat yang masih berlaku di suatu Daerah dilakukan oleh Kepala
Daerah Tingkat II dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (3), adat budaya
Daerah setempat serta sifat dan keadaan khusus daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
Penyelenggaraan pengelolaan Krematorium dan Tempat
Penyimpanan jenazah dilakukan berdasarkan Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II.
BAB V
PEMINDAHAN LOKASI
Pasal 12
(1) Apabila terdapat suatu Tempat Pemakaman
Umum, Tempat Pemakaman Bukan Umum, Krematorium, dan Tempat Penyimpanan Jenazah
yang dipandang tidak sesai lagi dengan Tata Kota, sehingga menjadi penghambat
peningkatan mutu lingkungan, secara bertahap diusahakan pemindahannya ke suatu
lokasi yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Daerah dan Rencana Tata Kota
serta memperhatikan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Pemindahan Tempat Pemakaman Umum, Tempat
Pemakaman Bukan Umum, Krematorium, dan Tempat Penyimpanan Jenazah ke tempat
lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkutan.
(3) Berkas Tempat Pemakaman Umum dan bekas
Tempat Pemakaman Bukan Umum sedapat mungkin digunakan untuk kepentingan sosial
dan/atau keagamaan.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) berlaku setelah mendapat pengesahan Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Tempat Pemakaman
Umum, Tempat Pemakaman Bukan Umum, Tempat Pemakaman Partikelir, Tempat
Pemakaman Khusus, Krematorium, dan Tempat Penyimpanan Jenazah yang telah ada
disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur
lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri dengan memperhatikan pendapat Menteri
lain yang berkepentingan.
Pasal 15
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mangetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indoneisa.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal 5 Mei 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 5
Mei 1987
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
SUDHARMONO, SH.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
9 TAHUN 1987
TENTANG
PENYEDIAAN
DAN PENGGUNAAN TANAH UNTUK
KEPERLUAN
TEMPAT PEMAKAMAN
UMUM
1. Sehubungan dengan semakin langkanya
tanah, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan, maka
perlu pengaturan tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/ 1983 Bab IV Pola Umum Repelita IV sub D 27
memerintahkan : "Pemanfaatan tanah harus sungguh sungguh membantu usaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat,serta dalam rangka mewujudkan keadilan
sosial.
Sehubungan dengan itu perlu
dilanjutkan dan makin ditingkatkan penataan kembali penggunaan, penguasaan, dan
pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah." Penggarisan seperti
tersebut di atas terdapat pula dalam Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok‑pokok Agraria yang memberikan penekanan kewajiban dan
tanggung jawab kepada Negara dan Bangsa Indonesia agar bumi, air, dan ruang
angkasa Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dipelihara dan
dikembangkan peruntukan dan pengunaannya untuk kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Dalam usaha melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
II/MPR/1983 dan Undang‑undang Nomor 5 Tahun 1960 tersebut, terhadap penyediaan
dan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman telah dijumpai banyak
masalah yang timbul ditinjau dari berbagai segi yaitu :
a. Lokasi
tanah tempat pemakaman, kenyataannya banyak tanah tempat pemakaman terletak di
tengah‑tengah kota atau berada dalam daerah pemukiman yang padat penduduknya,
sehingga tidak sesuai lagi dengan perencanaan pembangunan daerah atau Rencana
Tata Kota.
b. Pemborosan
pemakaian tanah untuk keperluan tempat pemakaman karena belum diatur mengenai
pembatasan tanah bagi pemakaman jenazah seseorang.
c. Dipakainya
tanah‑tanah subur untuk keperluan pemakaman.
d. Kurang
diperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup.
e. Kurang
memadainya upaya pencegahan pengrusakan tanah.
2. Keadaan tersebut di atas jelas
bertentangan dengan usaha Pemerintah untuk mewujudkan tata tertib bidang pertanahan,
sehingga perlu ditata kembali dan disusun sebagai pedoman serta landasan hukum
yang mantap dengan tujuan agar :
a. Penggunaan
tanah tidak menjurus pada pemborosan yang mengakibatkan kerusakan pada sumber
daya alam dan terganggunya keseimbangan hidup;
b. Pemenuhan
kebutuhan tanah untuk keperluan tempat pemakaman secara serasi dan seimbang
mengingat persediaan tanah yang ada pada kenyataannya terbatas, kebutuhan
Negara, masyarakat, dan perorangan terus meningkat jenis maupun volumenya.
3. Pada zaman Hindia Belanda terdapat
beberapa peraturan yang berkenaan dengan masalah tempat pemakaman, antara lain
:
a. Staatsblad
1864 Nomor l96 juncto
b.Staatsblad
1896 Nomor 46 juncto
c.Staatsblad
1904 Nomor 496.
Di
samping itu terdapat beberapa ketentuan penyerahan urusan mengenai pemakaman
kepada Pemerintah Propinsi, antara lain:
a.Staatsblad
1925 Nomor 378.
b.Staatsblad
1929 Nomor 227.
c.Staatsblad
1928 Nomor 295.
Adapun
ketentuan‑ketentuan tersebut di atas, lebih banyak dititik beratkan pada
masalah pemakaman orang‑orang yang tunduk pada Hukum Perdata Barat.
Berdasarkan
Begraaplaatsen Ordonantie Staatsblad 1864 Nomor 196 juncto Staatsblad 1904
Nomor 496 tersebut di atas terdapat tiga macam tempat pemakaman yaitu :
a.Tempat
Pemakaman Umum
b.Tempat
Pemakaman Khusus.
c.Tempat
Pemakaman Partikelir.
Seiring
dengan cita‑cita Undang‑undang Pokok Agraria untuk mewujudkan tertib di bidang
pertanahan sebagaimana antara lain ditentukan dalam Pasal 14, maka sebenarnya
ketentuan Ordonantie yang mengatur tempat pemakaman tersebut perlu ditinjau dan
diatur kembali.
Selama
ini karena peraturan pelaksanaan Pasal 14 Undang-undang Pokok Agraria mengenai
pengaturan tanah untuk keperluan kuburan belum ada, maka Ordonantie‑ordonantie
tersebut masih diberlakukan.
Peraturan
Pemerintah ini dengan demikian dan merupakan pelaksanaan penertiban penggunaan
tanah untuk tempat pemakaman dalam rangka Undang‑undang Pokok Agraria. Dengan
ditetapkannya Peraturan Peme‑ rintah ini maka ketentuan-ketentuan dalam
Ordonantie yang mengatur tempat pemakaman tersebut dinyatakan tidak berlaku
lagi.
4.Dalam
rangka penyerahan urusan kepada Pemerintah Daerah di lingkungan Pekerjaan Umum
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 diserahkan beberapa urusan di
antaranya termasuk urusan tempat pemakaman. Di samping itu dengan Surat Edaran
Menteri Agraria tanggal 28 Agustus Tahun 1957 Nomor Ka.0.23/2/2 dan tanggal 3
Maret Tahun 1959 diatur mengenai Tempat Pemakaman Partikelir yang harus
disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Daerah.
5.Pengelolaan
tanah tempat pemakaman di Indonesia dewasa ini kenyataannya dapat dibedakan
dalam beberapa macam, yaitu :
a.Tempat
Pemakaman Umum
Tempat
Pemakaman Umum dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Desa,
dimana areal tanah tersebut disediakan untuk pemakaman jenazah bagi seluruh
anggota masyarakat dengan tidak membedakan agama, bangsa atau
kewarganegaraannya.
Bagi
jenazah yang tidak jelas identitasnya maupun agamanya, penguburannya
ditempatkan dalam lingkungan tertentu di Tempat Pemakaman Umum tersebut.
Pengaturan
atas Tempat Pemakaman Umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat dengan
memperhatikan situasi dan kondisi daerah dan sesuai dengan Rencana Pembangunan
Daerah serta sesuai adat istiadat masyarakat setempat.
b.Tempat
Pemakaman Bukan Umum.
Tempat
Pemakaman Bukan Umum yang juga disebut Tempat Pemakaman Partikelir
pengelolaannya dilakukan oleh swasta dan hanya dimungkinkan oleh suatu Badan
Hukum/ Yayasan yang bergerak di bidang sosial dan/atau keagamaan dengan
memperhatikan ketentuan‑ketentuan yang telah digariskan oleh Pemerintah Daerah.
Dalam
hal ini Pemerintah Daerah lebih aktif peranannya dalam menentukan izin lokasi
Tempat Pemakaman Bukan Umum tersebut untuk diserasikan dengan Rencana
Pembangunan Daerah dan ketertiban lingkungan.
c.Tempat
Pemakaman Khusus.
Di
samping Tempat Pemakaman Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum tersebut di atas,
terdapat tempat‑tempat pemakaman yang mempunyai nilai sejarah dan budaya
seperti pemakaman para Wali (Makam Wali Songo), Raja‑raja (Pemakaman Imegiri),
tempat pemakaman para pahlawan dan pejuang bangsa (Taman Makam Pahlawan) serta
tempat pemakaman perang Belanda di tujuh kota sesuai dengan Keputusan Presiden
Nomor 30 Tahun 1971.
d.Krematorium.
Tempat
pembakaran jenazah atau kerangka jenazeh yang pelaksanaannya dilakukan
Pemerintah Daerah, masyarakat ataupun Badan Hukum/Yayasan yang bergerak di
bidang sosial dan/atau keagamaan dengan memperhatikan persyaratan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
e.Tempat
Penyimpanan Jenazah.
Menurut
adat yang masih berlaku di berbagai tempat di Indonesia, dikenal beberapa
masyarakat hukum adat yang tidak mengubur jenazah di dalam tanah malainkan
menyimpan jenazah‑jenazah di dalam lubang‑lubang atau gua‑gua ataupun
menempatkan jenazah di tempat‑tempat yang terbuka, yang karena keadaan alamnya
mempunyai sifat‑sifat khusus dibandingkan dengan tempat lain.
Sepanjang
adat tersebut masih ada dan berlaku pada suatu kelompok masyarakat, maka
Pemerintah Daerah menentukan lokasinya.
6.Pemindahan
lokasi Tempat Pemakaman Umum.
Dalam
hal pemindahan lokasi temapt pemakaman yang ditentukan Pemerintah Daerah karena
kepentingan aspek perkotaan maupun dengan alasan tidak sesuai lagi dengan
Rencana Pembangunan Kota, maka penetapan pemindahan lokasi bagi Tempat
Pemakaman Umum harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD setempat dan
pengesahan dari Menteri Dalam Negeri, sedangkan bagi Tempat Pemakaman Bukan
Umum dengan Keputusan Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat 11 dan
disahkan Menteri Dalam Negeri.
Pemanfaatan
tanah bekas lokasi tempat pemakaman tersebut ditekankan untuk keperluan sosial
dan/atau keagamaan atau kepentingan umum lainnya seperti pembangunan Kantor
Pemerintah.
7.Hal‑hal
yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai kemudahan dalam pengurusan
pemakaman jenazah, pencegahan komerisalisasi tanah tempat pemakaman, dan
memelihara nilai‑nilai keagamaan terhadap kematian seseorang serta penggunaan
tanah bekas tempat pemakaman yang harus digunakan bagi kepentingan umum
terutama yang erat kaitannya dalam bidang keagamaan.
8.Peraturan
Pemerintah ini hanya mengatur pokok‑pokoknya saja, maka mengenai ketentuan
pelaksanaannya dan langkah‑langkah lebih lanjut yang perlu diambil,
dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri serta Pemerintah Daerah setempat.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Huruf a
Cukup
jelas
Huruf b
Tempat
Pemakaman Bukan Umum yang dikelola oleh Badan‑badan Swasta, baik yang bersifat
sosial maupun keagamaan termasuk di dalamnya tanah wakaf. Mengenai tanah wakaf
diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dimana status
tanahnya dengan Hak Milik.
Huruf
c
Tempat
Pemakaman Khusus menyangkut tempat pemakaman yang mempunyai nilai‑nilai sejarah
dan budaya serta nilai kepahlawanan bangsa oleh karenanya perlu diatur dengan
peraturan tersendiri, karena menyangkut berbagai aspek pembangunan bangsa.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup
jelas
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Cukup
jelas
Huruf
i
Cukup
jelas
Pasal 2
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Terhadap
penunjukan dan penetapan lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum oleh Kepala Daerah
Tingkat II, diperlukan persetujuan Menteri Dalam Negeri guna pengendalian
secara nasional terhadap tempat pemakaman yang dikelola oleh swasta.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 3
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Terhadap
tanah Tempat Pemakaman Bukan Umum dapat diberikan status Hak Pakai yang dapat
diperpanjang, sedangkan bagi tanah wakaf yang digunakan untuk tempat pemakaman
diberikan status Hak Milik karena fungsi wakaf pada dasarnya bersifat kekal.
Pasal 4
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Dalam
hal seseorang pada waktu meninggal dunia tidak diketahui identitasnya,
penguburannya ditempatkan di Tempat Pemakaman Umum.
Ayat
(3)
Penentuan
batas maksimum penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman adalah untuk
menertibkan serta untuk menjaga, agar pemakaian tanah tidak berlebihan. Bagi
keluarga jenazah yang bersangkutan bila dikehendaki dapat dipergunakan satu
tempat pemakaman untuk lebih dari satu jenazah.
Dalam
hal suatu tempat menurut kondisi tanah dan/atau wilayahnya tidak memungkinkan
untuk mencapai kedalaman 1 1/2 (satu setengah) meter, dapat dilakukan kurang
dari ketentuan tersebut.
Pasal 5
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan Pemerintah Desa adalah
a.Kepala
Desa,
b.Lembaga
Musyawarah Desa.
Ayat
(3)
Setiap
Tempat Pemakaman Bukan Umum harus dikelola oleh suatu Badan atau Badan Hukum
sehingga dengan demikian tidak dibolehkan adanya Tempat Pemakaman Bukan Umum
yang dikelola oleh Perorangan.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal 6
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Pemerintah
Daerah dapat memungut retribusi terhadap pemakaian tanah pada Tempat Pemakaman
Umum yang diatur dalam Peraturan Daerah dengan ketentuan tarif yang ringan dan
wajar, sedangkan bagi pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum tidak dibenarkan
untuk mengkomersilkannya, di lain pihak setiap makam harus diusahakan secara
sederhana dan tidak terlebihan.
Pasal 7
Cukupjelas
Pasal 8
Ayat
(1)
Pengaturan
administrasi pengelolaan Tempat Pemakaman adalah mengenai tanggung jawab
petugas pencatat tentang identitas, letak makam, tanggal pemakaman dan lain‑lain
serta bentuk administrasi pencatatan bagi setiap jenazah yang dimakamkan.
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Apabila
terjadi penyimpangan dalam ketentuan Peraturan Daerah/ Keputusan Kepala Daerah
dapat dijadikan alasan untuk menutup sementara dengan tenggang waktu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bahkan dapat menutup selamanya apabila
penyimpangan dimaksud berkelanjutan.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal 9
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal 10
Dalam
hal penyimpanan jenazah menurut adat yang.masih berlaku atau karena keadaan
alam mempunyai sifat khusus seperti Daerah Bali dan Tana Toraja, jenazah tidak
ditempatkan di daerah tempat pemakaman sebagaimana umumnya di Daerah‑daerah
lain.
Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah dalam menetapkan lokasi-lokasi tempat penyimpanan jenazah dalam
menurut adat ini harus mempertimbangkan :
1.Agar
jenazah terhindar dari gangguan orang/binatang
2.Tidak
mengganggu kehdupan sehari‑hari dan ketentuan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3).
Pasal 11
Cukup
jelas
Pasal 12
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan hambatan bagi peningkatan mutu lingkungan antara lain keadaan
yang merusak :
a.Keserasian
dan keseimbangan lingkungan;
b.Fungsi
Pemukiman;
c.Keindahan.
Ayat
(2)
Pemindahan
yang dimaksud dalam pasal ini tidak senantiasa berarti disediakan lokasi baru,
akan tetapi dapat juga ditampung pada lokasi yang sudah ada yang telah
disesuaikan dengan Rencana Tata Kota dan Rencana Pembangunan Daerah serta
ketentuan Pasal 2 ayat (3).
Dalam
hal pemindahan kerangka jenazah secara perorangan pengaturannya ditetapkan
dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.
Ayat
(3)
Cukupjelas
Ayat
(4)
Cukupjelas
Pasal 13
Yang
dimaksud dengan penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah ini adalah
terhadap hak atas tanah, dan segi‑segi pengelolahan tempat pemakaman.
Pasal 14
Cukupjelas
Pasal 15
Cukup
jelas
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
CATATAN
Kutipan:LEMBARAN
NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1987
Sumber: LN 1987/15;
TLN NO. 3350
Tidak ada komentar:
Posting Komentar